Rabu, 21 Oktober 2009

PART TWENTY THREE - I DECIDED TO...

'Han....Han..'...

Sebuah tangan membelai – belai rambutku. Aku terbangun dan kulihat kakak perempuanku di hadapanku. Wajahnya mengingatkan aku pada wajah ibuku. Wajah yang teduh, keras tapi lembut sebenarnya.

“Ngapain tidur disini? Dari kapan tidur disini?”, tanya kakakku.

“Ga...Ga papa”, jawabku dengan setengah mengantuk.

“Dah, cuci muka sana. Ada Nasi Goreng tuh di meja makan, makan!”, ujar kakakku.

Aku segera terduduk dan merapikan pakaianku. Tak sadar, aku masih pakai baju yang sama ketika aku datang. Aku segera menghampiri meja makan itu, meja yang hampir beberapa tahun tak pernah kulihat.

“Masih suka 'Toto Dahar' ya mba?”, tanyaku.

“Masih”, jawab Kakakku.

Toto Dahar ( Menyiapkan Makanan ) di meja makan memang sudah jadi tradisi. Setiap pagi, siang jam 12 dan sore jam 5. Dulu selalu bagianku yang Toto Dahar, karena memang aku yang masak semua makanan ditemani pembantuku, Mba Iyem.

Aku membuka tudung saji itu, tudung saji yang sudah berada dirumahku sejak aku kecil mungkin. Terbuat dari rotan yang kuat dan tampak kokoh, banyak kenanganku dengan benda yang satu ini.

Aku melihat makanan yang tersedia disitu..

“Han, mang nasi gorengnya ga seenak buatan Hanna dulu. Mba ga bisa bikin yang kayak gitu”, ujar kakakku.

“Mang yang kayak gimana? Sama aja kok”, jawabku.

“Beda. Coba sekarang kamu bikin sendiri di dapur, pasti beda”, suruh kakakku.

“Masa”, jawabku.

Aku diajak kakakku ke dapur dan aku meracik beberapa bumbu untuk buat nasi goreng yang katanya kakakku cuma bisa aku yg buat. Setelah selesai, beserta pelengkapnya yaitu telor dadar gulung yang dipotong – potong, kakakku maksa nyobain.

“Hmmm..beda kan....”, ujar kakakku.

“Sama Mba....”, jawabku.

“Beda Hanna, buatan Hanna buat Mba aja. Hanna makan yg di meja makan ya!”, suruh Kakakku.

“Waduh....ya deh, ga papa”, jawabku sambil senyum – senyum.

Aku melihat kakakku yang lahap menyantap nasi goreng buatanku dengan perasaan terharu, sedikit. Udah lama ga liat wajahnya, mukanya agak sedikit tirus, kurus.

“Han, tau ga?”, ujar kakakku.

“Apaan Mba”, jawabku.

“Mba kangen sama kamu, masakan kamu kayak masakan Ibu. Mba ga bisa bikin yang kayak gini”, jawab kakakku.

“Biasa aja Mba, semuanya sama kok”, jawabku.

“Beda. Kamu jangan kemana – mana lagi ya Han. Pliss”, jawab kakakku.

Aku tersedak. Mendengarnya memohon padaku seakan – akan aku benar – benar diharapkan dirumahku tapi kalau mereka tau keadaanku, apa mereka akan menerimaku?

“Hmmm..Mba, Hanna nanti mau ngomong sesuatu. Mas – Mas kapan dtg kesini?”, tanyaku.

“Mau ngomong apa?”, tanya kakakku.

“Sesuatu yang perlu diselesaikan dan aku butuh solusi”, jawabku.

“Penting banget Han?”, tanya Kakakku.

“Buat Hanna penting tapi entah buat kalian”, jawabku.

“Bentar lagi kok dateng, ada apa siy Han?”, tanya kakakku.

“Pokoknya, kalo nanti Mba dah tau, Mba mungkin mikir 2 kali buat nyuruh aku tinggal lagi dirumah”, jawabku.

“Kenapa?? Kamu terlibat utang? Dicari orang?”, tanya kakakku.

“Ga, bukan itu. Ini menyangkut nyawa sebenernya”, jawabku.

“Kamu bunuh orang???!!!”, tanya kakakku panik.

“Enggak...ampun. Ntar juga Mba tau deh”, jawabku sambil bangun membawa piring ke dapur.

Kakakku kubuat bingung setengah mati. Aku pun mulai mempersiapkan diri menghadapi kakak – kakakku. Aku mandi untuk menyegarkan diriku. Aku kembali ke kamar dan tiba saatku membuka Bunker Rahasiaku.

Aku membukanya perlahan agar suaranya tak terdengar. Perasaanku campur aduk ketika aku melihat tumpukan benda itu di depanku.

Sebuah amplop coklat dan sebuah kotak kado bertuliskan “Untuk Hanna” masih berada ditempatnya. Surat – surat rumah dan dokumen – dokumen penting juga masih tersimpan rapi disana.

Aku membuka kotak kado bertuliskan “Untuk Hanna” terlebih dahulu. Perlahan aku membukanya dan aku terpaku setelah melihat apa isinya.

Kotak perhiasan ibuku.

Aku membukanya dan munculah seorang balerina yang menari diiringi suara musik yang sudah lama tak kudengar, dulu kupikir ini lagu apa. Tapi kini kutau, kotak perhiasan itu memainkan lagu 'Unchained Melody'...terdengar terbata – bata tapi aku masih mampu menyanyikannya..

Lonely rivers flow to the sea, to the sea
To the waiting arms of the sea
Lonely rivers cry, wait for me, wait for me
To the open arms, wait for me

Oh, my love, my darling
I've hungered for your touch, a long lonely time
And time goes by, so slowly and time can do so much
Are you, still mine?
I need your love, I need your love
God speed your love to me


Tak terasa, airmataku mengalir, mendengar, menyanyikan lagu itu sambil melihat si balerina berputar diatas tempatnya.

Aku meraih sesuatu didalamnya. Sebuah kantong kertas kopi mungil dan aku membuka isinya..

'Anting – antingku waktu SD', ujarku dalam hati kegirangan.

Aku mengembalikan isinya ke dalam kantong itu. Membuka bungkusan yang lainnya...


'Gelang giok hadiah ulang tahun ke 6 dari ayah'
, ujarku dalam hati tak kalah girangnya.

Aku mengembalikannya....membuka semuanya. Isinya ada batu – batu ruby, intan yang ibu beli di Martapura dulu, 1 set batu kecubung punyaku, semuanya. Termasuk cincin – cincin Ibuku yang waktu kecil pernah aku komplain karena Ibuku kok kayak 'Toko Mas Berjalan', sejak itu, ibu tak pernah memakainya lagi.

Aku tak mengerti tentang semua ini.

Aku kemudian membuka amplop coklat itu. Berdebu. Kusobek ujungnya sedikit dan kubuka perlahan ujungnya. Aku mendapatkan beberapa helai kertas dengan tulisan khas ibuku. Tulisan sambung miring besar – besar khas Ibuku. Belum aku membacanya, melihat tulisannya sudah membuatku merindukannya. Aku membacanya perlahan.

Hanna,

Mungkin berat buat ibu untuk tulis ini buat Hanna karena ibu tau kalau Hanna sayang sama ibu. Ibu juga sayang Hanna. Satu yang Ibu minta dari Hanna, Jangan pernah sekali – kali tinggalin kakak – kakak Hanna. Mereka tidak akan pernah bisa bertahan tanpa Hanna. Hanna sudah seharusnya jadi penengah, sayang. Ibu tahu Hanna bisa.

Untuk masalah cinta, Ibu kira, Hanna pasti bisa belajar dari pengalaman.

Kenapa kita menutup mata ketika kita tidur, ketika kita menangis, ketika kita membayangkan, ketika kita berciuman?

Ini karena hal terindah di dunia TIDAK TERLIHAT.

Jangan percaya bahwa melepaskan SELALU berarti kamu benar - benar mencintai MELAINKAN… BERJUANGLAH demi cintamu.

Itulah CINTA SEJATI

Lebih baik menunggu orang yang kamu inginkan DARIPADA berjalan bersama orang ‘yang tersedia’.
Lebih baik menunggu orang yang kamu cintai DARIPADA orang yang berada di sekelilingmu.
Lebih baik menunggu orang yang tepat karena hidup ini terlalu singkat untuk dibuang dengan hanya dengan ’seseorang’.

Kadang kala, orang yang kamu cintai adalah orang yang PALING menyakiti hatimu dan kadang kala, teman yang membawamu ke dalam pelukannya dan menangis bersamamu adalah cinta yang tidak kamu sadari.

Kenapa ibu tulis ini semua, karena ibu sadar kalau ibu tidak akan pernah bisa berbagi semuanya dengan Hanna, Hanna harus belajar sendiri.

Jika saja kehadiran cinta sekedar untuk mengecewakan, lebih baik cinta itu tak pernah hadir. Tapi itu tidak boleh Hanna ikuti ya. Percaya semua pasti ada jalannya. Ibu tau anak Ibu pasti bisa.

Hanna, Ibu minta maaf karena ibu ga bisa dampingi Hanna seperti janji Ibu dulu. Allah siapkan jalan lain buat Ibu dan itu pasti yang terbaik, sayang. Ibu tau Hanna mampu lewati segalanya. Cobaan itu adalah bukti kalau kita masih diperhatikan dan diberi kesempatan untuk belajar, sayang. Jangan takut ya, Anak Ibu pasti bisa.

Jangan lupa doain Ibu sama Ayah, Sayang. Simpan kotak perhiasan itu untuk kado pernikahan dari Ayah sama Ibu. Ambil amplop putih di dasar kotaknya. Cuma itu yang Ayah sama Ibu bisa sisihkan untuk Hanna sebagai permintaan maaf Ibu sama Ayah.

Peluk Cium sayang buat Hanna dari Ibu..



Aku....aku hanya bisa menangis sejadinya. Aku membaca suratnya, dengan tulisan tangannya, membuatku merasakan kehadirannya dihatiku, disampingku saat itu sambil memelukku.

Aku rindu pelukannya yang dapat menenangkanku kalau APS ku kambuh, Tangannya yang cekatan ketika darah sudah membasahin bajuku. Rasanya aku hanya bisa merepotkan beliau dulu. Aku belum sempat membalas apa yang sudah mereka perjuangkan untukku, tapi mengapa mereka sudah memberikan sesuatu lagi untukku.

Aku segera mencari dimana amplop putih yang ibuku maksud. Sesudah mengeluarkan semua isi kotak perhiasan ibuku, terlihatlah amplop itu. Kuambil, kubuka perlahan...

Aku terperangah dan tangisku meledak....apa yang mereka pikirkan waktu itu.

Aku menemukan berlembar – lembar uang dollar pecahan $100 di dalam amplop itu, entah berapa lama dan dari mana mereka mendapatkannya, yang jelas, aku shock.

Perutku mendadak kencang, entah kenapa. Terasa sakit yang luar biasa. Aku memegangi perutku sambil menyandarkan punggungku ke dinding.

'duuhhhh', hatiku mengaduh.

Aku berusaha berjalan berjalan perlahan ke kasurku. Merebahkan diriku diatasnya dan berusaha tenang. Yang aku pikirkan hanya, aku ingin sesuatu yang ada dalam perutku aman. Aku tak sanggup jika harus kehilangan dia setelah kehilangan ayahnya.

Setelah lama ku berpikir dan menimbang, aku memutuskan akan mengatakan segalanya kepada keluargaku, agar mereka tau kalau aku sedang hamil dan bukan ingin meminta perlindungan, hanya meminta nasihat. Walaupun mungkin, belum tentu nasihat itu akan aku terapkan.

Aku berusaha meredakan rasa tegang di perutku.

Aku keluar kamar dan berharap semuanya sudah datang. Ternyata feelingku benar, Kakak – kakakku sudah mulai berdatangan dengan berbagai macam tujuan. Ada yang memang mau praktek, ada juga yang Cuma mau transit aja di rumah. Mayoritas kakak – kakakku dan kakak iparku berprofesi sebagai dokter. Kebetulan ayahku seorang dokter dan mereka sekarang yang meneruskan.

“Han, dah makan?”, tanya Kakakku.

“Hmmm..udah tadi pagi, Hmm..Hanna mau bicara sebentar, boleh?”, tanyaku.

“Ada apa?”, tanya kakak – kakakku hampir bersamaan.

“Ini masalah Hanna sebenarnya. Hanna Cuma ingin Mas – Mas sama Mba tau. Tapi Hanna ga mau minta belas kasihan atau ada yang marah – marah disini, karena Hanna dah terima semuanya dengan ikhlas se-ikhlas – ikhlas nya”, jelasku.

“Ada apa siy Han????”, tanya Kakakku yang kedua.

Aku mulai menceritakan semuanya. Awal pertemuanku dengan Bho sampai aku bisa berangkat ke Samarinda. Aku tak melewatkan sedikit pun cerita itu, tidak melebih – lebihkan dan tidak menguranginya. Semuanya jelas. Tanggapan mereka beragam, ada yang biasa aja ada juga yang antusias mendengarnya.

Ketika aku mulai menjelaskan ada apa denganku dan inti dari pertemuan itu, mereka mulai curiga kalau ada yang tidak beres denganku.

“Han, To The Point aja deh, ada apa?”, tanya kakakku yang ketiga.

“Ok, setelah Hanna kasih tau sebenernya ada apa, Hanna mohon, Hanna minta maaf. Hanna langsung pergi dari sini”, jelasku.

“Eh, kenapa??”, tanya kakak perempuanku panik.

“Hmmm….maaf semuanya. Hanna….Hamil!”, jawabku.

Serentak, semuanya terdiam….

“Ini, dulu Ibu titipkan ini ke Hanna. Trus ini ada kotak perhiasan ibu juga yang ibu titip ke Hanna”, jelasku.

Aku tak mendapat tanggapan apapun dari kakak – kakakku, mereka hanya duduk terdiam, ada juga yang menutup wajahnya, bingung.

“Ini di suratnya ibu sebenernya buat Kado Pernikahan Hanna, tapi kayaknya sekarang ga perlu lagi. Lebih baik kalian aja yang pegang, Hanna ga perlu. Ini surat rumah dan dokumen – dokumen lain. Hanna pamit”, jelasku lagi.

Aku pun bangkit dari dudukku, menahan tangisku. Aku langsung bergegas menuju kamarku untuk membereskan semua yang tersisa. Setelah menutup pintunya, aku tidak dapat menahannya lagi...


'Bu, Yah, Maafin Hanna...'
, bisikku pada keduanya.

Aku tau kalau akhirnya akan begini….Aku tau…

0 komentar:

Posting Komentar