Jumat, 09 Oktober 2009
03 April….
Aku terbangun oleh sinar matahari yang masuk lewat jendela kamarku. Tiba – tiba hpku berbunyi, Aini.
“Ya….da pa neng?”, tanyaku.
“Kak Vie jadi pulang hari ini?”, tanyanya.
“Iyah, kenapa? Dah sampai Muara Kaman Kah?”, tanyaku.
“Udah, kangen Kak Vie, Aini. Kak, barusan Eki sms Aini, PSP nya dah ada”, ujarnya.
“Ya dah, nanti Kak Vie kabarin lagi ya”, jawabku.
Aku sengaja pengen beli PSP waktu itu untuk Bho supaya dia gak terlalu sering keluar rumahnya. Tapi sekarang ga perlu lagi kayaknya ya…
Aku langsung membereskan semua barang2ku, mengecek agar semuanya tak tertinggal. Ketika kupastikan semuanya beres, aku melihat sebuah tas yang harusnya semalam sudah raib, tapi ternyata belum. Ingin rasanya aku menitipkan semuanya ke GEIM, tempat Bho biasa main, Cuma, hati bilang ‘ga usah’.
Akhirnya aku memikirkan lagi semuanya, gimana caranya semua barang2 itu bisa masuk. Lama berpikir, akhirnya semuanya masuk. Hanya tertinggal Helm VOG.
Terkadang, Aku masih bisa membayangkan helm itu terpakai di kepala Bho. Kenapa dia harus beli helm dengan warna dan merk yang sama, VOG Super Sonic Hitam. Sampai sekarang, helm itu masih tersimpan di sudut lemari pakaianku. Kalau helm itu tak berarti buatku, mungkin sudah kuberikan kepada orang lain.
Rasanya, hari ini aku benar – benar harus merelakan semuanya. Merelakan Bho, Merelakan kondisi badanku dan merelakan kalau aku harus kenapa – kenapa dijalan. Hari ini aku pergi tanpa Bho yang mengantarkanku ke Balikpapan. Aku sendirian. Sama seperti ketika aku datang kesini, aku datang sendiri dan aku pun pulang sendiri.
Aku segera membereskan sisa – sisanya, pergi mandi.
Selesai mandi, aku segera siap – siap, jam masih menunjukkan pukul 8 hari itu. Aku membawa keluar semua barang bawaanku, hanya 1 buah tas pakaian dan 1 buah helm ditangan ( dah kayak pembalap aja bawa helm ya?)..
Semua teman – temanku masih terlelap, Cuma Aini yang menyapaku, itu juga karena dia ada di Muara Kaman, lagi bantuin Ibunya bikin krupuk kali ya???
Aku membawa semua bawaanku sendirian. Aku jalan motong lewat Masjid depan kost-an, trus naik angkot Hijau buat ke Terminal Bis. Angkot itu lewat GEIM dan ketika angkot itu melewatinya, Aku melihat motor Bho disana. Aku inisiatif mengirimkan sms perpisahan padanya…
“Sa, pagi – pagi dah nongkrong di GEIM”
Hanya itu kata – kata yang mampu aku tulis untuknya. Aku hanya bisa terdiam sepanjang jalan. Mengabadikan semuanya melalui cam digital ku. Kota yang sudah menyemangatiku untuk tetap bertahan selama ini harus kutinggalkan. Everybody doesn’t know me at all, doesn’t know my name, who am i?, Aku Cuma tau beberapa nama tapi tak tahu bagaimana bentuk rupanya. Hanya cerita.
Sesampainya di Terminal Bus, Aku langsung menaiki satu bis yang sudah siap berangkat ke Balikpapan. Kutaruh semua bawaanku di bagasi kecuali helm VOG ku. Aku memeluknya sepanjang jalan seakan – akan kalau helm itu hilang, maka hilanglah seluruh nyawaku.
Aku terpaku melihat pemandangan di sepanjang jalan. Aku banyak melewatkan pemandangan indah ini. Bi situ berhenti sejenak di dekat Jembatan Sungai Mahakam. Aku terpaku, sampai aku tersadar oleh teguran dari seseorang.
“Mau kemana Neng Cantik?”, tanyanya.
Seorang Bapak Tua duduk disebelahku.
“Ooo..ke Jakarta. Kenapa ya Pak?”, tanyaku.
“Sedang pandangi apa kah?”, tanyanya.
“Enggak. Hanya liat – liat diluar. Pemandangan bagus”, jawabku.
“Liburan kah atau tinggal disini memang keluarga?”, tanyanya.
“Liburan”, jawabku.
“Sendiri??”, tanyanya.
“Ga pak, sama teman tadinya”, jawabku alibi.
“Temannya mana?”, tanyanya.
“Saya pulang duluan”, jawabku.
“Kenapa? Marahan kah?”, tanyanya.
“Ga, dia masih ada urusan”, jawabku sambil masih memandangi Sungai Mahakam.
“Hmmm…Sungai Mahakam. Kamu tau tentang Sungai Mahakam?”, tanyanya.
“Kenapa Pak?”, tanyaku.
“Sungai Mahakam punya cerita pahit untuk saya”, jawabnya.
“Kenapa?”, tanyaku.
“Dulu ada pepatah bilang, ‘Sekali Kamu Minum Air Dari Sungai Mahakam, Kamu Pasti Akan Kembali Ke Samarinda’…”, ujarnya.
“hmmm….”, jawabku.
“Dulu saya punya pacar waktu muda, baik, saya sayang banget sama dia sampai saya bikin salah sama dia”, jelasnya.
“Salah??”, tanyaku.
“Iyah..Saya secara gak langsung masih mengharapkan wanita yang dulu saya suka, suka sama saya”, jelasnya.
“Maksudnya?”, tanyaku heran.
“Iyah, dulu sebelum saya pacaran sama cewek saya, saya pernah mengharapkan seorang wanita. Anggaplah namanya A…”, jelasnya.
Si Bapak bercerita sepanjang bis itu berhenti.
Beliau menceritakan tentang mantan pacarnya dulu yang di sia – siakan karena ternyata dia masih mengharapkan seorang wanita yang dulu dia suka, menyukainya. Mantan pacarnya datang jauh dari Surabaya dengan hasil gajinya yang ia kumpulkan. Sampai di Samarinda, ternyata si Bapak masih belum bisa melupakan wanita yang diidam-idamkannya sampai suatu saat, pacar si Bapak memutuskan pulang ke Surabaya dengan calon anak yang ada diperutnya. Si bapak mengetahui itu, Cuma beliau masih belum bisa menerimanya dan masih memimpikan wanita idaman itu. Akhirnya pacar si bapak pulang dengan sukarela.
0 komentar:
Posting Komentar