Jumat, 09 Oktober 2009
Pagi keesokkan harinya aku terbangun dikarenakan ada ketukan di pintu kamarku. Ku masih belum bisa beranjak dari kasurku karena kurasakan rasa lelah yang terlalu. Ketukan itu terdengar lagi bersama suara yang sangat ku kenal, Bho. Ku lihat layar Hpku, kaget, karena sudah jam 15.00 WIT,
“Haaaahhhh...siang amat!!!!”, pekikku dalam hati.
Langsung aku terduduk di kasurku dan berdiri, berlari – lari kecil kearah pintu kamar kostku, lalu kubuka pintunya, terlihatlah wajah Bho.
“Lama amat siy bukanya Beb??”, tanya Bho sambil berjalan masuk ke kamarku.
“Huuh, baru bangun aku Beb...muuv”, jawabku sambil manyun karena baru bener – bener bangun.
“Ya dah, ga papa. Enak bubunya?”, tanyanya sambil menghampiriku, membenahi rambutku yang berantakan.
“Enak, buktinya baru bangun jam 3 siang. Mantab”, jawabku.
“Hehehehe.....ini aku bawain banyak barang buat kamu. Buka yuk”, Jawabnya sambil memelukku dan mencium keningku.
Lalu dia membuka tas yang dia bawa lalu memperlihatkan semuanya padaku. Dia bawa piring, gelas, sendok, alat2 tulis, senter, gantungan baju, sampe kapur barus a.k.a kamper.
“Banyak amat Beb bawaannya???”, tanyaku.
“Huuh....kan Beb pasti butuh semuanya niy”, jawabnya.
“Ada yang kurang Beb.”, jawabku
“Apa???”, tanyanya.
“Anterin aku ke Swalayan ya. Mau beli pembalut. Dah tanggal – tanggal aku haid”, jawabku.
“Iyah..mau pergi sekarang? Mang Beb dah “dapet”??”, tanyanya.
“Kayaknya mau dapet, ini dah tanggal 5 Beb...”, jawabku.
“Oke oke....Yuk!”, ajaknya.
Kami pun pergi ke Swalayan terdekat. Berusaha bersikap tenang, karena jujur saat itu aku memang mengharapkan untuk segera haid. Apa yang sudah kulakukan membuat hatiku tak tenang tapi aku tak bisa apa – apa selain banyak berdoa.
Setelah kami pulang dari Swalayan, itu saatnya bagiku untuk mengenal lebih jauh. Setelah percakapan yang cukup lama sambil kami berbaring di tempat tidur, barulah aku sadar bahwa dia Pria Gemini yang egois. Dia tidak suka dipush, tidak suka dilarang – larang. Tapi sebenarnya dia seorang pria yang posesif terhadap pasangannya, terhadap aku. Dia melarangku dalam segala hal, yaitu :
1.Aku tidak boleh keluar kost kalau tidak perlu.
2.Aku tidak boleh main game online apapun.
3.Aku harus kabari semua aktivitasku tapi aku tidak perlu tahu apa yang dia lakukan.
4.Dia berhak lakukan apapun yang dia suka.
5.Dia berhak tentukan kemana aku pergi.
6.Dia berhak tahu pria mana yang dekat denganku apabila kami ternyata putus dan apabila pria tersebut tak cocok untukku ( menurutnya.. ), maka aku tidak boleh jadi / dekat denganku.
7.Aku tidak boleh bersikap manja dengannya.
Masih banyak lagi sepertinya larangan2 dari Bho selain dia juga mem – pushku harus langsing singset. Selama aku disana, jarang rasanya menyentuh yang namanya nasi. Aku ingat, keesokkan harinya dia bawa 3 botol aqua 1 literan dan 3 bungkus roti manis yang kecil – kecil dan itu adalah makananku setiap hari. Waktu itu aku haid tanggal 6 Februari siang. Rasanya, perut perih campur sakitnya nyeri haid dan tanpa Bho tahu, AP Syndrom ku mulai kambuh.
Berhari – hari aku hanya makan roti itu dan minum air itu. Terkadang kalau memang airnya dah habis, dia belum mengantarkan atau membelikanku air, aku harus minum air dari bak mandi. >.<
Tapi itu belum cukup menyadarkanku. Rasanya aku masih buta dengan cinta itu. Bho juga mulai jarang datang ke kost ku, jadwal datangnya tak tentu. Terkadang datang hanya tanya kabar, naik ke kasur dan tidur sampai batas kunjungan di kost ku habis, kemudian dia pulang ke GEIM ( nama Game Center tempat dia biasa main di Jalan Antasari – punya Zenith ), main sampai pagi, pulang ke rumah buat mandi, kerja, sore ke kostku, tidur disana, jam 11 mlm pulang ke Game Center buat RF-an trus pulang. Itulah siklus kehidupan seorang Bho.
Waktu aku mau melamar kerja, dia memang mengantarku mem-print semua lamaran dan CV, membantu mem-fotocopy semua dokumenku. Tapi kalau aku mendapat panggilan, aku harus berangkat sendiri dengan berbekal sebuah peta kota Samarinda.
Karena aku ga tau trayek Angkutan Kota disana, akhirnya aku memutuskan untuk berjalan kaki dari kost ke tempat tujuan. Memang, mayoritas semua penduduk Samarinda mengendarai motor, otomatis trayek angkutan kota cuma 3, Trayek A Mobil Biru, Trayek B Mobil Merah dan Trayek C Mobil Hijau. Aku lupa dari mana ke mana semua trayek itu, ga jelas soalnya.
Peta Samarinda itu sontak menjadi jimat kebanggaanku. Aku pernah jalan dari Jl. Gatot Soebroto, ke Jl. Agus Salim, trus Ke Jl. K.H. Khalid, Trus tembus Jl. Perintis Kemerdekaan, Nongol2 di Jl. Awang Long, jalan lagi ke Jl. Gajah Mada, lurus lewat Kantor Gubernur di sana, lewat Jl. RE Martadinata, ngaso dulu di pinggir Sungai Mahakam ( sambil mikir, “gila, jauh juga gwe jalan” ), trus jalan lagi lewat Jl. P. Antasari, lurus lewat Jl. Soetomo, Kanan ke Jl. Soepomo, liat Mal Lembuswana, motong lewat Jl. Camar, tembus2, GATOT SOEBROTO...sampe kost-an. Agak bangga juga karena cuma berbekal Peta, aku sampe juga ke kost, modal nekat, kaki lumayan sakit. Tapi seneng.
Ya, itu yang kudapat di Samarinda, selain jagoan mati lampu, nomor 1 deh. Dari mulai ngomel sampe terbiasa. Makan cuma roti aja. Minum cuma air putih aja. Indah dunia. Apa kata dunia kalau aku ga mampu jalani semuanya???
Rasa sakit haid itu ga kerasa sampai akhirnya haidku selesai tanggal 10 Februari dan kejadian selanjutnya membuat hidupku dilema, harus sedih atau bahagia dengan keadaan yang sedang kuhadapi......
Let the story begin......
0 komentar:
Posting Komentar