Jumat, 16 Oktober 2009
Ketika aku memutuskan me-non aktifkan HPku, aku melihat di informasi bahwa pesawat tujuan Jakarta dengan maskapai penerbangan yang akan aku naikin sudah bisa ambil Boarding Pass. Aku segera memasuki ruangan Boarding Pass dan mengambil Boading Pass-ku.
‘15C’, bisikku dalam hati.
Huuffttt…oke. Aku segera memasuki Waiting Room, bayar Airport Tax and then, cari kursi buat menyendiri. Merapikan penampilan dan uppzzz..aku teringat kalau aku belum mengabari teman – teman scorpie ku di Jakarta. Mau ga mau, aku segera menyalakan kembali HPku dan berharap Ben atau siapapun tidak menelponku untuk membicarakan ttg Bho.
Aku segera mengirimkan sms kepada Panca..
‘Delivered’….bisikku dalam hati.
Aku kembali berusaha mematikan HPku. Tapi tiba – tiba, hpku berbunyi…Ben!
“Ya Ben?”, jawabku dengan suara sengauku.
“Maaf, gwe terlalu lancang ngomong kayak gitu sama lo, padahal kondisinya lo pasti lagi..hmm..sorry Vie”, jelas Ben.
“Ga papa, Vie juga minta maaf. Vie masih belain Aji, maaf ya Ben”, jawabku.
“Ga papa, wajar kok lo masih belain dia, lo sayang kan ma dia, ya kan?”, Tanya Ben.
“Seumur hidup gwe, gwe sayang sama dia, Ben. Ga ada niat buat musuhin dia. Gwe Cuma…”. Jawabku tertahan tangisku yang sudah mulai meledak.
“Cuma apa?”, Tanya Ben.
“Cuma…..memang dia bukan buat gwe. Dia bilang kalo dia ga mau, ga suka dipaksa seakan – akan harus jadi sama gwe. Itu alasan gwe kenapa gwe ga mau inget dia lagi”, jawabku.
“Shh***tt, kenapa dia ngomong gitu?? Lo hamil anak dia Vie, dia harus tanggung jawab”, jelas Ben.
“Memang dia seharusnya tanggung jawab, entah apa alasannya. Yang jelas gwe ga mau paksa dia tanggung jawab kalo seandainya dia mau. Gwe ga mau kalo seandainya dia tanggung jawab trus dia kesel sama anak – anak gwe nanti, masalah ini diungkit – ungkit lagi. Gwe ga mau!!”, jawabku.
Tangisku sudah meledak saat itu….aku tak bisa berpikir apa – apa.
“Kenapa jauh amat siy pikiran lo?”, tanyanya.
“Ga ada salahnya mikir jauh kan Ben??”, tanyaku kembali.
“Memang ga salah Vie, Cuma…aduh….kenapa ga bilang sama anak2 disini siy?”, tanyanya.
“Ga..cukup dah ini jadi urusan gwe”, jawabku.
“Huuufffttt…when will I see your smiling face again, Vie? Lo ke Samarinda lagi kan nanti?”, tanyanya.
“Maybe….I don’t know when will u see my smiling face again. Maybe, there’s no smiling face, Ben”, jawabku di tengah tangisku yang makin tak bisa kubendung.
“Jangan…kita, gwe terutama, suka liat lo senyum. Ada lesung pipitnya. Senyumlah Vie. Udah, Aji….Aji…Aji mang manusia terbodoh yang pernah gwe tau”, jawabnya.
Mendengar Ben berkata seperti itu, aku Cuma bisa menangis dan menangis. Rasanya semuanya buyar. Apa yang sudah aku dan Bho bicarakan dulu seakan terbang melayang entah kenapa. Aku sudah tidak bisa menangkapnya, meraihnya pun aku ga sanggup.
Semua kenangan manis itu ternyata benar Cuma manis dibibir saja. Aku sama sekali terlalu terhanyut oleh yang namanya Cinta. Cinta yang awalnya terlihat indah, berubah jadi kelam dan hitam.
“Vie….Vie….”, suara Ben memecahkan lamunanku.
“Iyah Ben, maaf. Gwe jadi inget lagi semuanya”, jawabku terisak.
“Iyah, sekarang lo dah dimana?”, Tanya Ben.
“Waiting Room, kenapa?”, tanyaku.
“Lo bener – bener pergi, Vie?”, Tanya Ben.
“Ya, Vie pamit. Vie pergi. Salam buat Eki, Bang Jo, Bang Ogi, Bang Adam, semuanya”, jawabku.
“Ya, Jo sama Adam ada disini. Eki juga. Anak – anak mau ketemu lo, tadinya kalo memang lo bisa balik ke Samarinda, Jo dah bawa mobil siap berangkat Balikpapan. Aini juga mau datang, tapi Vie pergi ya?”, tanyanya lagi.
“Iyah”, jawabku.
“Aaaaarrgghh…sshhh***tt banget siy. Gwe ma anak – anak disini kayak apa jeleknya coba”, jawab Ben.
“Jelek kenapa?”, tanyaku.
“Jelek gara – gara Aji”, jawabku.
“Kenapa? Kok Bisa gara – gara dia?”, tanyaku heran.
“Dia bikin malu kami – kami disini. Dia laki – laki, kami disini juga laki – laki. Kami pantang tak bertanggung jawab atas apa yang sudah kami lakukan. Kalau kami tak bertanggung jawab, malu kami sama orangtua, muka tuh mau ditaro dimana. Kalau sudah kecemplung berdua, basah ya basah berdua sekalian, paham kan?”, Tanya Ben
“Ya….”, jawabku yang diselingi suara pemberitahuan kalau penumpang pesawat tujuan Jakarta, sudah bisa masuk ke pesawat.
“Ben, Vie bener – bener harus berangkat. Pamit ya”, ujarku.
“Ya, ati2 ya. Kalo ada apa – apa kabari kami disini. Ya?”, jawab Ben.
“Ya…”, jawabku.
Aku segera mengemasi semuanya, termasuk Helm VOGku. Aku berjalan menuju pintu keluar setelah Boarding Pass – ku diperiksa dan aku kembali ke lapangan dimana pertama kali aku mendaratkan kakiku di Balikpapan. Kupasang kacamata hitamku karena airmataku sudah tak dapat kubendung lagi. Masih kuingat suara itu…
"Hallo beb, dah dimana?", tanyanya.
"Masih di Jakarta", jawabku.
"Hah?????", jawabnya.
"Boong denk...dah di Sepinggan", jawabku sambil terkekeh.
"Pantes, suaranya jernih, deket", jawabnya.
Airmataku membuyarkan pandanganku. Aku berhenti sejenak sambil melihat Pesawat McDonnell Douglas Maskapai Penerbangan itu didepanku.
‘Apa aku benar – benar akan meninggalkan dia?’, tanyaku dalam hati.
Aku melangkahkan kakiku dengan pasti walaupun rasa sakit ini menusuk – nusuk hatiku. Aku menaiki tangga pesawat dengan perlahan, menenangkan diriku sendiri bahwa semuanya akan baik – baik saja.
Aku menemukan kursiku, 15C. Dipinggir lagi.
Aku menaruh Helm VOG ku di tempat penyimpanan barang lalu duduk manis sambil sesekali menyeka airmata yang masih dengan semangatnya keluar dari mataku. Kupasang Earpiece MP3ku dan kunyalakan playernya…
Aku yang memikirkan
Namun aku tak banyak berharap
Kau membuat waktuku
Tersita dengan angan tentangmu
Mencoba lupakan
Tapi ku tak bisa
Mengapa… Begini…
Oh Mungkin aku bermimpi
Menginginkan dirimu
Untuk ada disini menemaniku
Oh Mungkinkah kau yang jadi
Kekasih sejatiku
semoga tak sekedar harapku
Bila
Kau menjadi milikku
Aku takkan menyesal
Telah jatuh hati
Semoga tak sekedar harapku..
( Monita – Kekasih Sejati )
Pesawat pun segera berjalan, diiringi lagu itu, aku menggantungkan semuanya, melupakan semuanya. Melupakan dia…..Aku mematikan MP3 Playerku.
Seandainya dia memang Kekasih Sejatiku…..Ternyata hanya harapku…
Could I Keep you in My heart??? ….Feel like NUMB….
0 komentar:
Posting Komentar