Jumat, 09 Oktober 2009
“Kak Ajeng, dari mana?”, tanyanya.
“Dari cari mam ini sama anak baru, kenalin Say”, jawab Kak Ajeng.
Sosok itu pun muncul dihadapanku, wanita lebih mungil dari Kak Ajeng, kulitnya agak lebih coklat dari aku. Tersenyum manis menghampiriku.
“Namaku Nur Aini. Panggil Aini aja atau Gadas juga ga papa”, jawabnya.
“Vie, namaku Vie. Kok Nur Aini jadi Gadas??”, tanyaku.
“Panjang ceritanya. Eh, lahir tahun berapa kah?”, tanyanya.
“Hmmm….198*. kenapa mangnya?”, tanyaku.
“Weeehh…berarti Kak Ajeng tetap paling tua ya. Keduanya Kak Vie. Disini semuanya rata – rata 88 – 87 kak”, ujarnya.
“Wedew….Masa?? Kak Ajeng memangnya lahir tahun berapa?”, tanyaku.
“198* Vie. Tua yaaa??”, jawab Kak Ajeng.
Akhirnya kami bertiga terlibat percakapan yang mulai akrab. Tadinya berdiri jadi duduk di ruang tamu sambil ngemil Snack dari kamar Kak Ajeng sama Aini. Pukul 10.00 malam, Kak Ajeng pamit untuk tidur. Dia pun segera berlalu dan kami, aku dan Aini meneruskan percakapan kami lagi. Selang berapa jam, aku teringat dengan yang dibicarakan Istrinya Abah tadi siang.
“Ai, boleh Tanya kah?”, tanyaku sambil sedikit berbisik
“Ya, kenapa Kak?”, jawab Aini.
“Kak Ajeng memang ‘agak agak’ ya Ai?”, tanyaku
“Hmm…dia bukan gila Kak, Cuma depresi”, jawab Aini.
“Depresi kenapa?”, tanyaku.
Aini pun menjelaskan panjang lebar tentang alas an kenapa Kak Ajeng depresi.
Dulu Kak Ajeng punya pacar, waktu SMU kelas 2. Mungkin karena salah pergaulan, Kak Ajeng hamil waktu umur 16 tahun dan akhirnya sang pacar pun menikahi Kak Ajeng. Mereka sama2 masih belia. Ternyata, si suami ( dah jadi suami Kak Ajeng ), terlibat sama Narkoba juga. Kak Ajeng ga bisa apa – apa karena saking cintanya. Suatu malam, pas Kak Ajeng sedang hamil tua, Si Suaminya pulang ke rumah dalam keadaan sadar tapi bawa perempuan. Kak Ajeng marah, Tanya siapa perempuan itu. Suaminya gak jawab. Sang suami pun bermesra – mesraan dengan perempuan itu dihadapan Kak Ajeng.
Kak Ajeng awalnya santai, tapi lama – lama stress juga. Setelah perempuan itu pulang. Dia bicara sama suaminya, maunya apa. Tapi ga digubris sama suaminya. Kak Ajeng terus desak suaminya untuk bilang maunya apa. Akhirnya si suaminya bilang ke Kak Ajeng, maunya apa. Dia mau Kak Ajeng lakuin sesuatu buat dia untuk tunjukkin kalo Kak Ajeng sayang sama dia. Suaminya minta Kak Ajeng buat iris urat nadinya.
Dilatar belakangi perasaan sayang lah, akhirnya Kak Ajeng menuruti apa yang suaminya mau tapi dengan satu kondisi, suaminya juga harus nurutin apa yang Kak Ajeng mau. Suaminya juga mau ngelakuin apa yang Kak Ajeng mau. Kak Ajeng minta suaminya Minum Obat Nyamuk. Deal, akhirnya mereka melakukan apa yang pasangannya masing – masing minta. Kak Ajeng motong urat nadi dan suaminya minum obat nyamuk.
Apa yang mereka lakukan masuk Koran di Samarinda. Dua – duanya berhasil diselamatkan. Tapi anak yang dikandung Kak Ajeng harus lahir premature.
Sejak saat itu, Kak Ajeng jadi depresi. Dia sering minum obat2 penenang sampai dia ga sanggup hidup tanpa obat – obat itu. Sampai lahir anak keduanya. Anaknya 2, Yang pertama perempuan, namanya Bella. Yang kedua laki – laki namanya Vio. Setelah lahir anaknya yang kedua, ternyata suaminya ga berubah – berubah, padahal Kak Ajeng sudah berkorban banyak sekali, sampai dia jadi begini.
Sekarang, anak – anaknya diasuh sama ibunya Kak Ajeng, sementara Bapaknya ga nerima Kak Ajeng lagi dirumahnya. Itu alasan kenapa Kak Ajeng kost. Dia gak diterima sama keluarganya lagi.
Dia memang suka ngamuk, tapi itu jarang terjadi lagi sejak anak – anak kost mulai sering mengajak Kak Ajeng komunikasi dan Kak Ajeng mulai membuka diri.
Malam itu, sambil tiduran, lampu mati, aku berpikir. Aku gak mau sampai depresi seperti Kak Ajeng. Cukup buatku melihat jalan cerita Kak Ajeng. Dia cantik, sempurna dimataku tapi dibalik itu, dia menyimpan suatu perasaan yang tak ingin aku miliki. Aku ingin bertahan, mempertahankan sesuatu yang sekarang hidup ditubuhku.
Aku mungkin punya hubungan yang sangat indah dengan seorang Dewa yang entah sedang apa sekarang. Dia tak memberiku kabar sama sekali hari ini. Mungkin sekarang dia sedang sibuk untuk repel – repel di Sette dan mencoba menjadi pahlawan untuk rakyat – rakyat Accretia di Comet. Dia memang Dewa, tapi aku manusia. Manusia yang masih punya hati, perasaan dan keinginan. Bukan berarti Dewa ga punya perasaan, tapi Dewa ga bisa jadi milikku seutuhnya.
Bho, Dewa di RF Online. Rasanya dia sudah jadi milik semua Acc disana, bukan milik VieaNKaChu yang biasa – biasa aja. Aku Manusia, bukan jalanku untuk jadi pendamping seorang Dewa seperti Bho.
Aku ga mau depresi karena itu…..aku cukup bahagia pernah merasakan cinta sesosok Dewa bernama Bho di hidupku dan sekarang aku ingin memperjuangkan apa yang sudah terjadi.
Aku, harus bisa berdiri tanpa Bho…..
Aku menangis malam itu mengingat semuanya….Apa aku bisa tanpa Bho?
0 komentar:
Posting Komentar