Jumat, 09 Oktober 2009
Keesokan pagi, Aku tak langsung menyalakan HP. Aku bangun karena sinar matahari dah teraaaanggg banget..menyapaku hari itu. Tampaknya sisi kelam dari apa yang kurasakan semalam sirna. Aku langsung membuka lemari pakaianku, kurapikan semua isinya. Kupilah – pilah karena ada beberapa barang yang pernah dipinjamkan Bho padaku.
Aku melihat selimut kuning bunga – bunga biru ungu yang dipinjamkan Bho dulu, kupisahkan dari baju – bajuku. Setelah semuanya rapi, aku pindah ke atas lemari tempatku menyimpan gelas dan piring, semuanya kurapikan, kujadikan 1 tas besar.
‘Beres’, ujarku dalam hati.
Kuperhatikan tas besar itu, ada gulungan kabel sambungan, hanger, selimut, 1 gelas, 1 mug, 1 piring, 2 sendok, sendal, peralatan tulis, sampai Helm VOG Super Sonic Hitam kesayanganku ada di dalam tas itu. Selesai semuanya, aku mengaktifkan Hpku. Begitu aktif, ada sms datang bertubi – tubi. Ada sms dari Panca, Satria, Kakakku, Lina….
Aku buka sms dr Panca, isinya :
“Ras, dah dapet tiketnya naik Lion Tgl. 3 April ya jam 13.15 dari Balikpapan ya. Ntar dijemput anak2. Ambil di Lion cabang sana aja. Welcome Home, Buuu”
Aku senang membacanya. Aku langsung membalasnya. Sementara dari Satria, isinya menanyakan kebenaran ttg Bho dan aku. Aku membalas smsnya sekenanya aja, karena agak berat juga ngomonginnya. Kalau kakakku, biasa…..tanya keadaanku dan gimana ttg Bho again. Sama kayak sms dari Lina, semaksud….
Aku ga mau pusing mikirin masalah itu.
Hari berganti hari…..kepulanganku semakin dekat. Sampai tiba dimana hati yang kunantikan segera datang.
02 April…..
“Kak, nanti jadi ke Lembuswana?”, tanya Wati kepadaku di depan kamarku.
“Ya, anterin ya Wat, naik taxi ( angkot dibilang taxi di Samarinda ) aja, ya?”, tanyaku.
“Ga usah Kak, naik motor aja. Pelan2, Wati yang bawa nanti”, jawabnya.
Aku hanya mengangguk setuju sambil bersiap – siap. Tak berapa lama, kepikiran juga buat sms Bho, mau mulangin barang2nya. Akhirnya aku mengambil Hpku.
“Sa, nanti malem bisa minta tolong ga anterin ke tempat yang bs baca memory card? Mau ambil data di digicam”, smsku pada Bho.
Tak berapa lama….
“Ya, tapi maleman aja. Gpp kan?”, tanyanya di sms
Aku membalasnya….
“Ya, kabarin aja”, jawabku….
“Sms siapa kah?”, tanya Wati yang tiba – tiba dah nongol di depan kamarku.
“Aji, kenapa?”, tanyaku.
“Ngapain Kakak sms dia?”, tanya Wati dengan nada sedikit bete.
“Ini, mau pulangin barang – barang yang pernah dipinjemin dia ke Kakak”, jawabku.
Semua anak – anak di kost dah tau kalau aku bubar dengan Bho. Makanya mereka agak gimana gitu kalo denger namanya keluar dari mulutku.
Pagi itu aku diantar ke Mall Lembuswana, di ruko sekitar situ, ada cabangnya Lion Air. Aku dengan mudahnya mendapatkan Tiket, dah dibayar pulang, bener – bener deh.
Aku langsung sms Panca, konfirm kalau tiket sudah di tangan. Setelah itu kami jalan – jalan dulu, sekedar melepas lelah dan plesir2 terakhir kali buatku.
Jam 7 kami sampai kost, naik sebentar, melepas lelah. Hehehehe…ngobrol sana…ngobrol sini…tiba2 Hpku berbunyi….dering itu, Bho!
“Ya?”, jawabku.
“Aku dibawah, turun”, jawabnya.
Aku ga langsung turun, aku liat dia dr teras atas. Ternyata dia liat aku.
“Sini, turun”, ujarnya.
“Ya”, jawabku.
Aku turun dengan baju seadanya dan membawa perlengkapan yang kubutuhkan. Flashdisk, digicam, dompet, semuanya. Aku berjalan ke arah parkiran motor, aku melihatnya duduk diatas motornya, pakai kaos hitam. Dia tidak membuka helmnya.
“Haloo”, sapaku.
Dia agak bengong liat aku datang dan aku ga tau apa yang dia bengongin. Dia terpaku duduk di motor Satrianya menatapku.
“Hei, ngapain bengong?”, tanyaku sambil menghentakan pundaknya.
“Ehhh….”, jawabnya tergagap.
“Ayo….berangkat. Jangan kelamaan, lo ke GEIM kan?”, tanyaku.
“Iyah”, jawabnya.
“Oke..berangkat Bang!”, ujarku.
Aku menaiki motor Satrianya, ini terakhir kali aku menaikinya. Aku menaikinya perlahan dan dia mengendarai dengan perlahan pula. Aku ga memeluk pinggangnya lagi, aku memegang handle dibelakangku. Ada perasaan aneh malam itu. Dia mengantarku ke Konika terlebih dahulu di daerah Jl. A. Yani, dekat TripleX. Aku turun dan langsung melepas helmku, langsung masuk ke dalam tanpa memperdulikan Bho yang masih berusaha memarkir motornya, biasanya, aku tunggu dia, skrg ga.
Aku langsung masuk dan menaruh helmku ditangan sebelah kiri. Aku melihat Bho membuka helmnya dan duduk di kursi tunggu. Melalui ujung mataku, aku bisa tau kalau Bho mengamatiku dari jauh. Matanya tak pernah lepas menatapku, tapi begitu aku menatapnya, dia langsung nunduk. Aku menghampirinya sambil menunggu giliranku dilayani si customer service.
“Sa, titip tas yaa”, ujarku padanya
“Iya..eehhmmm….”, jawabnya sambil menatapku.
Aku berdiri didepannya dan dia duduk menghadap padaku.
“Kenapa Sa?”,tanyaku.
“Kok panggilnya ‘Sasa’ ?”, tanyanya.
“Hmmm..sorry sorry Ji. Sorry ya, mulai sekarang gwe manggil lo Aji deh”, jawabku ga enak.
“Bukan….bukan gitu….ada yang aneh, kan biasa panggil..”, ujarnya kupotong..
“Mm,..titip ya tasnya”, ujarku padanya sambil membenarkan tatanan rambutnya. Kebiasaan..uuhhh…
Aku langsung pergi kearah customer servicenya. Aku masih melihatnya mengikuti kemana diriku berjalan, dia, Bho masih mengamatiku. Mengamati diriku dari kejauhan, aku ga ngerti ada apa dengannya.
Begitu selesai, aku langsung mengambil Helm ku, mengambil tasku di Bho.
“Udah, yuk, cari makan. Laper”, ajakku.
“Iyah”, jawabnya.
Aku melihat Bho ingin merangkul pinggangku Cuma aku keburu ngacir pergi ke arah sepeda motornya. Aku liat dia terdiam ditempatnya berdiri saat aku membalikkan badanku.
“Ji, ngapain disitu. Ayo..ntar lo kemaleman”, teriakku.
Aku melihatnya menghampiriku perlahan..ada raut muka aneh tersirat disana. Seperti sedih atau bingung, atau salah langkah.
“Jangan panggil ‘Aji’!”, ujarnya saat berdiri disampingku.
“Trus panggil apa?”, tanyaku.
“Yang kayak biasa aja”, jawabnya.
“Ya dah Sa”, jawabku sambil mundur ke belakang.
“Bukan itu”, jawabnya sambil memundurkan motornya.
Aku mulai sibuk pegang sana sini buat pasang helm. Tiba – tiba ada suara laki – laki dibelakangku.
“Sini Neng Cantik, saya bantuin”, ujarnya.
“Eh, ga papa. Makasih Pak”, jawabku.
Tiba – tiba Bho turun dari motornya dan menghampiriku.
“Sini Beb, aku pegangin tasnya”, ujarnya.
Aku gantian yang terpaku sekarang. Kok??? Kok dia panggil aku ‘Beb’?
‘Manusia Aneh’, ujarku dalam hati.
Ketika sedang menuju tempat makan malam itu, ditengah perjalanan, aku memberitahukan Bho mengenai kepergianku. Walaupun sebenarnya aku berbohong padanya. Tapi itu cukup membuat dia agak aneh.
“Sa, mau ngasih tau sesuatu”, ujarku.
Dia memelankan laju motornya sedikit lagi supaya suaraku lebih terdengar.
“Dibilang jangan panggil ‘Sasa’, ngerti ga siy? Kenapa?”, tanyanya.
“Besok aku berangkat, pindah dari Samarinda”, jawabku.
Aku langsung merasakan hentakan keras dari motor Bho yang otomatis membuatku berpegangan memeluk pinggangnya.
“Kemana?”, tanyanya.
“Palangkaraya, masih Kalimantan kok trus ke Jakarta”, jawabku.
“Balik lagi ga ke Samarinda?”, tanyanya.
“Kenapa?”, tanyaku.
“Hmmm…….ga papa. Tanya aja”, jawabnya.
“Oke…..”, jawabku.
Tanpa sadar, tanganku masih berada dipinggangnya, memeluknya. Merasa ga enak, aku melepaskan kaitan tanganku, tapi tiba – tiba…
“Jangan…..dah, disitu aja tangannya”, ujar Bho.
Aku kaget….
“Ga ah, ga enak diliat orang”, jawabku.
“Semua orang juga kalo dibonceng meluk pinggang, Beb”, jawabnya.
“Ya tapi kan itu meluk pacarnya, bapaknya, kakaknya, adiknya….gwe kan”, jawabku.
Belum sempat aku meneruskan ucapanku, Bho bersuara lagi..
“Berisik. Biarin aja kenapa siy? Mang ga boleh meluk pacar sendiri?”, jawabnya.
“Sa??? Tapi lo kan bukan……”, ujarku.
Dia menambah laju motornya. Sampai kita sampai di rumah makan itu. Aku yang maksa bayar disana, Last Treat kan. Dia disana menanyakan kembali apa aku balik ke Samarinda lagi atau tidak? Aku mengalihkannya ke topik lain.
Aku memesan Nasi Goreng sementara Bho memesan Nasi Mawut. Sudah jadi kebiasaan kami waktu masih jadian dulu kalau beli nasi goreng, Telur bagian kuningnya serta 3/4 Nasi punyaku, pasti kuberikan kepada Bho. Sementara sayuran yang ada di Nasi Goreng Bho, pasti dia berikan kepadaku. Tanpa perlu aba – aba, kami selalu melakukan hal itu.
Malam itu kami makan tanpa banyak bicara…
Setelah makan….dia langsung mengantarkanku pulang. Begitu sampai di kost, dia singgah sebentar Cuma menanyakan hal yang sama.
“Kamu balik lagi kan ke Samarinda?”, tanyanya.
“Insya Allah. Oia, ini Helm sama barang – barang kamu mau kamu bawa pulang?”,tanyaku.
“Kok gitu? Kamu mau kemana siy?”, tanyanya.
“Ga kemana – mana. Mau ga?”, tanyaku
“Ga usah, kamu simpen aja. Kan kamu balik lagi kesini kan?”, tanyanya kesekian kali.
“Insya Allah, ya dah, pulang sana. Ntar kompi ‘dewa’ nya di GEIM diambil orang lho”, jawabku.
Dia ga manjawab apa – apa. Aku masuk ke kost sambil jalan mundur. Aku Cuma liat dia diam diatas motornya, melihatku yang semakin menjauh. Ada raut yang sulit kujelaskan dengan logikaku. Aku langsung naik ke atas, masuk ke kamarku. Ketika aku ingin menutup tirai kamarku, aku masih melihat Bho dibawah, melihat kearah kamarku.
Aku tak tau apa yang sedang ada di kepalanya. Yang jelas, aku melambaikan tanganku dan segera menutup tirai itu. Berbalik badan dan tangisku pecah disana…
Apa aku sanggup tanpanya???? Huuffttt…
0 komentar:
Posting Komentar