Rabu, 02 Desember 2009
Satu persatu mulai mempersiapkan semuanya. Mereka mulai menyuntikkan sesuatu ke tubuh ku dan memerintahkan au untuk melakukan ini dan itu. Dibenakku saat itu hanya ingin Wonk ada di sampingku.
Saat itu, aku hanya mau dia…..
Kondisi tubuhku mulai tidak stabil. Aku bilang ke salah satu suster yang membantuku untuk memberitahu Wonk atau siapapun kalau memang sudah waktunya.
“Mba…tolong bilang sama keluarga saya, saya minta maaf”, pintaku saat itu.
“Bu, Ibu harus kuat. Sabar ya. Keluarganya sudah dikabari kok”, jawab suster itu.
Pernyataannya tidak membuatku tenang. Rasa sakit bercampur rasa melilit yang hebat membuatku tak dapat berpikir apapun. Rasanya aku hari itu sudah berkata dalam hati berulang – ulang kepada Tuhan..
‘Ya Tuhan, aku Cuma mau mengantarkan makhluk – makhluk mungil ini melihat semua ciptaanmu tapi aku gak mampu…’
Rasanya kalau saat itu nyawaku langsung hilang, pasti rasanya tak akan terasa seperti ini, tapi melihat semua yang telah lewat, membuatku punya keinginan untuk tetap bertahan, setidaknya sampai kewajibanku selesai.
Saat itu, entah mengapa, yang bisa menenangkanku untuk sementara adalah mengenang semuanya. Masa dimana Bho masih ada untukku. Ketika semuanya masih ada ditempat yang seharusnya. Tapi begitu bayangan ketika aku harus melewatinya sendiri, rasa sakit itu terasa makin hebat. Lebih hebat dari sebelumnya. Aku hanya ingin semuanya selesai.
Semuanya tampak lebih sibuk dan aku hanya bisa diam. Keringat sudah membanjiri tubuhku dan aku hanya berharap, semua yang terbaik. Kalaupun aku harus pergi saat itu, seperti aku akan ikhlas karena aku percaya, anak – anakku akan berada di tempat yang benar.
Aku mulai merasakan sakit yang lebih hebat dan rasanya, aku ga sanggup lewati semuanya sampai tiba – tiba pintu ruang perawatan itu terbuka dan aku melihat Wonk disana, tersengal – sengal. Dia langsung menghampiriku.
“Bun, maaf. Ayah beli mam nya kejauhan. Sabar ya Sayang, Yang kuat ya”, ujarnya.
Aku tampak malu dengan posisiku saat itu tapi tampaknya Wonk tak memperdulikan hal tersebut. Aku hanya bisa tersenyum dan sepertinya kekuatanku kembali.
“Maaf Sayang…Maaf. Jangan senyum aja, ngomong donk!!”, ujarnya lagi sambil mengusap – usap kepalaku.
“Sakit Yah…Bun….ga kuat Yah,…..Maaf”, jawabku terbata – bata.
“Ga…Bun kuat Sayang. Ayah tau kalo Bun kuat”, jawabnya.
Tangannya menggenggam tanganku kuat – kuat. Dia menatapku dan aku menatapnya seakan – akan ini yang terakhir kalinya aku melihat dia. Sekilas, aku merasakan Bho hadir disini, diantara aku dan Wonk, rasa sakit itu datang lagi dan aku tak mampu.
Wonk memanggil suster dan beliau pun mengecek kondisiku.Beliau mengatakan kalau akan segera memberitahukan kepada Dokter yang menanganiku.
Wonk entah kenapa, berinisiatif lebih menenangkanku.
“Bun, Ayah tau Bun tuh lebih kuat dari Ayah, Sayang”, ujarnya.
Aku hanya bisa tersenyum sambil merasakan sakit yang entah..tak bisa diungkapkan dengan kata – kata.
“Ayah gak akan mungkin bisa kehilangan wanita kayak Bun”, ujarnya lagi.
“Bun bisa lewatin semuanya. Ayah ga habis pikir betapa bodohnya laki – laki itu menelantarkan satu – satunya harta yang paling berharga yang dia punya. Sampai akhirnya, harta itu ga akan jadi miliknya, sepeser pun karena Ayah ga kan pernah biarin dia ambil Bun dari Ayah”, ujarnya lagi.
Aku hanya bisa tersenyum dan tak berapa lama semuanya mulai berdatangan. Mereka mulai mempersiapkan segalanya. Aku seperti akan dibawa ke suatu tempat yang membuatku merasakan ketakutan yang besar.
“Ayah…..Bun bener – bener ga kuat. Bun minta maaf ya. Tolong, bilang Bho, bun minta maaf”, ujarku
“Ga….Bun kuat, Ayah yakin, jadi Bun ga perlu minta maaf sama dia. Dia yang harusnya minta maaf sama Bun”, jawab Wonk.
“Tapi…”, jawabku.
Ugghh..rasanya mau mati saat itu juga. Sekujur tubuhku menegang dan kurasakan sakit yang lebih hebat.
‘Bu, maafin Hanna’, bisikku, Cuma itu yang aku mampu.
Detik berlalu, dan aku pun sudah berada di ruang persalinan yang entah seperti ruang penjagalan buatku. Posisiku sudah diatus sedemikian rupa agar mempermudah persalinannya dan sungguh, aku ga perduli gimana posisinya, yang penting aku mau ini segera berakhir.
‘Oh Tuhan……’, bisikku dalam hati.
Kehadiran Wonk di dalam ruang persalinan pun tak membuatku merasa kembali kuat. Seakan ini hanya urusanku dan Tuhan yang tau akan bagaimana akhirnya.
Entah berapa lama itu berlangsung, tangisku tertahan disana dan aku merasakan letih yang sangat luar biasa. Terdengar olehku sayup – sayup suara Wonk dan beberapa perintah yang harus kulakukan, aku melakukannya dengan semua sisa tenagaku.
Aku Mendengar sayup – sayup suara tangisan dan aku ga bisa konsen dengan keadaan di sekelilingku. Aku menunggu cukup lama sampai akhirnya mendengar suara perintah untuk menghabiskan seluruh tenagaku dan aku mendengar tangisan itu kembali.
Ada tangan lembut mengusap pipiku dan aku hanya bisa tersenyum sampai tak terasa air mataku keluar dari ujung – ujung mataku. Tapi ada rasa yang tak bisa kugambarkan saat itu. Pandanganku tak focus dan….aku masih merasakan tangan itu di pipiku dan sepertinya seseorang yang menyentuh pipiku meneriakkan sesuatu, tapi aku tak mampu mendengarnya.
“Maaf…….”
Hanya kata itu yang mampu aku ucapkan lalu aku merasa semua berubah menjadi…
Gelap……..
2 komentar:
gak bisa bayangin deh gimana sakitnya.......thanks infonya
nz story sist . saia juga skrg pacaran LDR . dan ituh juga kenal dari game :) .
saia ud baca crtanya ampe abis . dan asli ini certa nyntuh banget ampe saia nngis klo ingat ini certa .
sukses trus ia buat sist vie .
salam buat dua jagoan kembarnya . hhi .. :D
klo ad post baru lagi , bagi bagi iaah . ;)
Posting Komentar